Aku menginkan rumah yang bukan sekadar bamgunan
Aku ingin ada yang menaungiku selain atap
Aku ingin ada yang memelukku selain tanganku sendiri
Aku ingin
Aku
Aku ingin rumah
Aku menginkan rumah yang bukan sekadar bamgunan
Aku ingin ada yang menaungiku selain atap
Aku ingin ada yang memelukku selain tanganku sendiri
Aku ingin
Aku
Aku ingin rumah
Bahkan sebelum melihat wajahmu yang rupawan, aku sudah terpesona.
Warna suaramu, nadamu, tempomu berbicara, dan gerak-gerik tingkah lakumu yang kulihat dari baris belakang.
Sungguh, memikat hatiku.
Apalagi, setelah kutahu kalau itu engkau. Berhari-hari setelah acara pertama kita bersama, aku selalu ingin bertemu denganmu.
Walau,
berbulan-bulan setelahnya baru kita bertemu lagi.
Sayangnya, kau memarahiku. Sebal tapi senang, kau berbicara denganku.
***
Kurindu dia yang di Juni 2023.
Apakah benar, kata-kata dari temanku:
Aku terlalu memikirkanmu
hingga
aku mengabaikan hal-hal yang penting
?
***
Kau betul-betul mengambil alih pikiranku. Akan kau lanjutkan hingga kapan? Senangkah kau melihatku cukup menderita karena ketidakfokusanku?
Semarang, 1 November 2024
20.47
Kita Terlalu Dekat
Karya Kholifatun Nisya
Bukankah kita terlalu dekat?
Suaramu terlalu lembut masuk telinga kananku
Ah, jantungku berdebar hebat, begitu cepat
Bisakah kau pindah?
Bisakah kau-
Kau-
Bisakah?
Setiap gerakanmu bahkan terasa dari tempat dudukku
Kita terlalu dekat
Kita terlalu dekat
Bahkan embusan napasmu bisa kurasakan dari tubuhku yang berada tepat di depanmu
Kita terlalu dekat
'Ku belum dan tidak ingin seperti ini
'Ku belum dan tidak ingin menjadi
'Ku tidak ingin berpaling
'Ku tidak ingin berpindah ke lain hati
Kita
Terlalu
Dekat.
Semarang:
18 September 2024
Dipoles 28 Oktober 2024 10.43 WIB
Sejenak Mengenang
Karya Kholifatun Nisya
Tak kuduga, akan seperti ini, seindah ini. Senang bersua denganmu. Menatap netra indahmu secara nyata. Tepat di depanku.
Ah! Gerak bibirmu sangat sesuai apa yang kamu katakan saat itu. Tegas. Juga, dengan rahangmu yang serasi. Oh Tuhan, ku tahu ini salah, tapi aku tak dapat melewatkannya begitu saja.
Sore ini, cahaya sang bagaskara menghangatkan perbincangan ini. Ah, dua betapa bersyukurnya aku. Detik ini kudapat menikmati dua pemandangan sekaligus. Paras tampanmu serta anggunnya bagaskara tenggelam.
Di setiap detik, saat kucoba untuk rekam semua yang kita lewati bersama. Aku minta pula pada Tuhan, untukku bisa menyimpan memori ini. Lebih lama dari yang seharusnya. Mungkin, hingga akhir hidup.
Anila menyapaku, menerpa lembut kepermukaan wajah. Kemudian tanpa sadar, aku mengedipkan mata. Anila ternyata mengingatkan. Tadi hanya sekilas kejadian, di masa lalu.
Rembulan akan segera datang, lebih baik tuk kembali ke rumah. Sebelumnya, kuseruput teh hangat di cangkir itu. Cangkir yang berada di mejamu dulu, kini masih kusiapkan juga.
Terakhir, menatap kursi putih di depanku. Selayaknya dulu. Sekarang, tak ada lagi yang akan melambaikan tangan di kursi itu. Hanya lambaian angin, yang terus mengingatkan.
Semarang, 30 September 2020.